
Makassar, Nota Merah News – Dugaan praktik pungutan liar (pungli) di dunia pendidikan kembali mencoreng citra sekolah, kali ini datang dari PAUD Negeri Tamalate, yang berada di bawah naungan Dinas Pendidikan Kota Makassar. Ironisnya, sekolah yang baru resmi dibuka tahun ini, 2025, justru langsung diwarnai indikasi pungli yang dilakukan melalui penjualan seragam kepada para orang tua murid.
Temuan ini mencuat setelah LSM PERAK Indonesia melakukan investigasi dan menemukan adanya dugaan kuat bahwa pihak komite sekolah terlibat langsung dalam praktik pungutan liar tersebut.
“Padahal sudah jelas dalam aturan, komite sekolah dilarang keras melakukan pungutan apalagi jual beli seragam. Tapi kenapa hal ini bisa terjadi di PAUD milik Dinas Pendidikan?” ujar Burhan Salewangang, SH, Koordinator Divisi Hukum dan Pelaporan LSM PERAK Indonesia saat diwawancarai wartawan, Selasa (29/7/2025).
Burhan menyebutkan bahwa pihaknya tengah merampungkan berkas dan data yang akan segera dilaporkan secara resmi ke aparat penegak hukum (APH) agar kasus ini ditindaklanjuti sesuai prosedur.
“Seragam dikenakan biaya Rp 175.000, batik Rp 75.000, dan topi Rp 25.000. Padahal di luar sana masih banyak konveksi yang menjual seragam dengan harga jauh lebih murah,” jelasnya.
Sementara itu, Kepala Sekolah PAUD Negeri Tamalate, Cahaya, S.Pd., M.Pd., saat dikonfirmasi mengakui bahwa pengadaan seragam memang dilakukan oleh pihak komite sekolah.
“Ada pertemuan para orang tua dan mereka sendiri yang menginisiasi untuk memakai seragam. Saya tidak tahu-menahu, semua ditangani oleh komite sekolah, termasuk pengadaan batik dan topi,” ujarnya kepada awak media.
PAUD Negeri Tamalate tahun ini membuka 4 ruang kelas baru dengan jumlah siswa sekitar 100 anak. Diketahui, di Kota Makassar saat ini terdapat lima PAUD Negeri, yaitu Tamalate, Rappocini, Manggala, Mariso, dan Biringkanayya.
Kasus ini menambah daftar panjang dugaan praktik pungli di sektor pendidikan, yang selama ini menjadi perhatian serius masyarakat dan lembaga pemerhati pendidikan.
Masyarakat berharap, aparat penegak hukum dapat segera menindaklanjuti laporan ini agar tidak menjadi preseden buruk bagi sekolah-sekolah negeri lainnya di Kota Makassar.
(*)